Pengikut

Presentasi penelitian bertema “Penjelasan Ulang Ekonomi Indonesia Berdasarkan Perspektif Ekonomi Heterodox” yang digelar Institute for Global Justice (IGJ) di salah satu kantornya di bilangan Jalan Diponegoro 9 Jakarta berlangsung mengalir. Acara yang sedianya mengundang beberapa pakar dan praktisi ekonomi seperti Sri Edi Swasono dan HS Dillon tersebut mencoba untuk mengkonfrontir dua paham ekonomi kaitannya dengan tata sosial ekonomi dan politik Indonesia. Hadir dalam forum ini beberapa perwakilan LSM, Ormas dan Gerakan Pemuda (SNI, Kasbi, API, IHCS, Jatam, Binadesa, SPI, KAU dan lain-lain).

“Penelitian ini ingin menggunakan instrumen ilmu ekonomi heterodox untuk menganalisa dan menjelaskan perekonomian Indonesia, sehingga diperoleh penjelasan yang berbeda tentang hubungan negara, pasar, perusahaan dan masyarakat”, demikian dijelaskan pihak penyelenggara dalam abstraksinya.

Penelitian tersebut berupaya memperbandingkan secara tajam antara sistem pemikiran ekonomi ortodox yang ‘dituduh’ menegasikan dimensi sosial politik dan Heterodox yang dianggap lebih “berwawasan lingkungan” dan holistik.

“Pandangan Heterodox menyatakan bahwa ilmu ekonomi meliputi juga berbagai konsep dari ilmu lain seperti sejarah, sosiologi, politik dan filsafat moral. Sedangkan matematika juga dianggap penting, tetapi bersifat sekunder. Dengan begitu manusia menurut Heterodox berarti habitus oeconomicus karena meliputi seluruh aspek sosial yang tak terpisahkan”, demikian dijelaskan Fachru Nofrian, salah satu dari tim peneliti. Menurutnya, inilah yang membedakan Heterodox dengan ortodox yang menganggap manusia paling utama sebagai makhluk ekonomi (homo oeconomicus).

Selain memaparkan berbagai asumsi dan analisa teoritis latar filosofi pemikiran keduanya, di tataran operasional, template analisis Heterodox juga coba menelanjangi prilaku ekonomi Indonesia selama ini. Barbagai data diambil dari BI dan bursa efek diolah sedemikian rupa untuk memberikan penjelasan yang menguatkan materi penelitian.

Namun demikian, tidak sedikit kritik yang lantas mengemuka. Meski hampir semua hadirin yang mengikuti diskusi tersebut bersepakat untuk mendorong pemikiran Heterodox sebagai landasan dan paradigma ekonomi, tetapi “menempelinya” dengan berbagai bukti faktual (?) ‘kasus-kasus’ ekonomi nasional masih dianggap terlalu jauh dari memadai, hal yang juga diakui sendiri oleh direktur IGJ, Bony Setiawan yang juga seorang peneliti senior.

“Saya kira masih jauh kalau kita mau memberi penjelasan ulang ekonomi Indonesia dengan sudut pandang Heterodox ini. Istilah Heterodox dan pengertiannya sangat penting dan relevan, namun sepertinya untuk saat ini akan cukup dengan memperkenalkannya terlebih dahulu dan memasukkannya dalam kosa pemikiran ekonomi yang pro sosial”, ungkapnya.

Dalam penutupannya, tim peneliti disamping mengajukan berbagai argumentasi juga mengakui masih adanya kelemahan sebagaimana tanggapan-tanggapan yang muncul dalam forum. “Adalah penting untuk memperbaiki dan mempertajam sudut pandang penelitian ini sebelum akhirnya dianggap cukup publishable dan diterbitkan dalam bentuk buku”, katanya di akhir presentasi. [Dzi]

Diposting oleh Aliansi Petani Indonesia Jumat, 06 Maret 2009

0 komentar

Posting Komentar

Aliansi Petani Indonesia

Subscribe here

Lagu-lagu Perjuangan Petani Organik API

Dokumentasi