PERNYATAAN SIKAP KOMITE NASIONAL untuk KEDAULATAN RAKYAT
Di tengah krisis kapitalisme global yang parah, perekonomian Indonesia memburuk. Lebih dari 200 ribu orang terancam akan di PHK dalam tahun 2009, akibat ambruknya perusahaan dan industri di dalam negeri. Sementara jumlah pengangguran sudah sangat tinggi mencapai 10 juta. Krisis juga menyebabkan jatuhnya harga komoditas dan produk yang dihasilkan oleh jerih payah petani dan nelayan akan menjadi penyebab peningkatan kemiskinan di masa datang. Padahal saat ini angka kemiskinan di Indonesia telah mencapai 100 juta jiwa atau hampir separuh dari jumlah penduduk negara ini berpendapatan di bawah US$ 2 per hari. Dalam situasi yang semakin buruk, rakyat kembali terilusi oleh pemilu presiden (pilpres) yang akan berlangsung 8 Juli 2009. Setelah sebelumnya terilusi dalam pemilu legislative (pileg) yang merupakan proses politik terburuk sejak tumbangnya rezim Orde Baru, penuh dengan segala bentuk kecurangan, manipulasi dan pelanggaran hak asasi manusia. Semua yang dikampanyekan hanyalah ilusi yang lebih buruk dari iklan mie instant..!. Karena elite politik Indonesia yang akan lahir dari Pemilu 2009 baik pemilu legislative dan pilpres sama sekali tidak berbeda dengan elite-elite sebelumnya, baik dilihat dari sisi ideologi, kebijakan dan program politiknya. Rekam jejak para capres dan cawapres sudah jelas. Sepanjang 10 tahun terakhir mereka telah menunjukkan kesetiaan yang begitu besar dalam mendukung agenda neoliberalisme (privatisasi, deregulasi, liberalisasi). Suatu bentuk tertinggi dari eksploitasi kapitalisme yang menjadi sumber dari kemiskinan, pengangguran, ketidakadilan gender, kerusakan lingkungan, hingga pelanggaran hak asasi manusia.
Dibawah proyek KAPITALISME NEOLIBERAL, negara ini secara terus-menerus menjadi sasaran dari eksploitasi modal asing yang berasal dari negara-negara Industri maju seperti AS, Jepang, Uni Eropa, yang didukung oleh lembaga keuangan multilateral (IMF/WB/ADB). Utang luar negeri menjadi pembuka jalan bagi investasi modal besar untuk melanjutkan eksploitasi atas perekonomian Indonesia. Utang luar negeri Indonesia hingga ahir tahun 2008 mencapai Rp 1.640 triliun (KURS 11.000/US$), yang terdiri dari utang swasta dan utang pemerintah. Ditambah dengan utang dari obligasi negara (surat utang) yang berasal dari dalam dan luar negeri sebesar 973 triliun, maka total utang mencapai Rp 2.613 triliun. Artinya setiap kepala keluarga di negara ini harus menanggung utang sedikitnya Rp 44 juta/ rumah tangga (jumlah penduduk 230,4 juta jiwa, jumlah rumah tangga 59,2 juta dan anggota rumah tangga 3,89 jiwa/ rumah tangga). Padahal utang luar negeri yang sangat besar tersebut tidak digunakan untuk rakyat, tetapi menjadi sumber bagi pembiayaan kepentingan modal besar. Sementara Negara dengan menggunakan pajak rakyat harus membayar bunga dan cicilan hutang pokok dalam jumlah yang sangat besar yaitu mencapai Rp. 495,69 triliun atau setara dengan 58 persen pendapatan Negara atau 75 persen pendapatan pajak dalam Anggaran Pendapatan dan Belanja Negara (APBN) tahun 2009.
Lahirnya seluruh produk hukum dan dibangunnya segenap infrastruktur yang mendukung eksploitasi modal atas ekonomi Indonesia, telah meningkatkan dominasi modal besar asing hampir di seluruh sektor. Hingga saat ini lebih dari 175 juta lahan telah dikuasai oleh modal swasta, setara dengan 91 persen luas daratan Indonesia. Sebanyak 90 persen kekayaan migas nasional dikuasai investor asing, kekayaan tambang mineral 89 persen dikuasai modal asing, di sektor batubara 75 persen dikuasai modal asing. Hampir seluruh output yang dihasilkan dari eksploitasi sumber daya alam telah digunakan untuk memasok kebutuhan ekspor ke negara-negara industri maju, baik mineral, migas dan komoditas perkebunan. Akibatnya meski Indonesia adalah penghasil migas, akan tetapi menjadi net importer produk migas dan importir produk olahan lainnya yang bernilai tambah tinggi. Dipersembahkannya sumber bahan mentah untuk pasar ekspor inilah yang menjadi sebab dari hancurnya industri nasional, minimnya kesempatan kerja, rendahnya produktivitas usaha-usaha nasional serta semakin mahal dan langkanya sumber-sumber energi di dalam negeri.
Semakin luasnya dominasi dan semakin tingginya eksploitasi modal besar terhadap kekayaan rakyat Indonesia, tidak hanya memperparah kondisi ekonomi, akan tetapi juga memperburuk kondisi lingkungan. Jutaan hektar hutan mengalami deforestasi, lahan-lahan pertanian penduduk berubah menjadi lokasi tambang migas, kebun sawit dan perumahan-perumahan mewah dan industri kotor yang menghasilkan polusi. Sangat tampak bahwa eksploitasi SDA dijalankan melalui praktek penghancuran sistem reproduksi alam dan sistem produksi sosial rakyat. semakin tinggi investasi, semakin banyak rakyat yang kehilangan wilayah kelola mereka. Ratusan ribu perempuan miskin dan pemuda desa kehilangan pekerjaan di dalam negeri, puluhan ribu pekerja honorer terkatung-katung dan tidak jelas nasibnya, lebih dari lima juta rakyat Indonesia sekarang tengah mengadu nasib di luar negeri tanpa perlindungan hukum yang jelas. Berbagai peristiwa kekerasan terus dialami buruh migran, peristiwa yang semakin melukai harga diri, martabat sebagai bangsa dan nilai-nilai kemanusiaan yang universal.
Atas dasar itulah, maka seluruh kekuatan gerakan sosial di Indonesia berkehendak menyatukan kekuatan yang dimilikinya, mengajak seluruh rakyat Indonesia untuk bergabung dalam suatu gerakan terdepan untuk mengusung lima agenda utama yang harus dijalankan oleh negara sebagai perwujudan dari kedaulatan rakyat, yaitu:
1. Mewujudkan Reformasi Agraria Sejati; melalui restrukturisasi (tanah) dan penyediaan akses terhadap sumber-sumber agraria (modal, teknologi infrastruktur, pasar yang adil dan pengetahuan yang moderen) sebagai perwujudan keadilan dalam rangka kesejahteraan dan kemajuan rakyat.
2. Mewujudkan Keadilan Ekologis; yaitu hak untuk mendapatkan keadilan antar generasi atas prinsip keselamatan rakyat, keberlanjutan jasa pelayanan alam dan perlindungan produktivitas rakyat, dimana semua generasi baik sekarang maupun mendatang, berhak terselamatkan dari ancaman dan dampak krisis, serta penghancuran sumber-sumber kehidupan rakyat.
3. Pembangunan Industrialisasi Nasional; mengakhiri model produksi ekonomi kolonial dan para kompradornya (antek) dengan membangun kemandirian ekonomi, industri dan keuangan nasional yang berpihak pada kepentingan buruh dan rakyat Indonesia.
4. Mewujudkan Demokrasi Ekonomi; melalui penguasaan negara terhadap sumber-sumber produksi dan usaha-usaha yang menguasai hajat hidup orang banyak (mineral, batubara, migas, hutan, air, tanah, laut, dll) dalam rangka pemenuhan hak dasar (pendidikan, kesehatan, pekerjaan) serta memperluas kegiatan produksi, yang dikerjakan oleh semua, untuk semua dibawah penilikan bersama dalam rangka mewujudkan kemakmuran rakyat banyak dan bukan kemakmuran orang per orang. Termasuk di dalamnya agenda penghapusan utang lama dan penghentian pembuatan utang baru untuk kemandirian ekonomi nasional.
5. Pemenuhan HAM (Hak Asasi Manusia); melalui penghormatan, perlindungan dan pemenuhan hak dasar yang meliputi hak sipil politik dan ekonomi, sosial dan budaya. Termasuk di dalamnya penghukuman yang adil dan tegas terhadap pelaku pelanggaran HAM.
Demikian pernyataan sikap ini dibuat, untuk dijalankan dengan sungguh-sungguh oleh negara dalam rangka mewujudkan kedaulatan rakyat sejati.
BANGUN PERSATUAN GERAKAN RAKYAT,
BENTUK PEMERINTAHAN ALTERNATIF YANG ADIL, MANDIRI,
DAN BERDAULAT UNTUK KEMAKMURAN RAKYAT SEJATI
Kontak Media:
Agustiana/ Sekjend SPP (0852 2349 7399); Berry Nahdian Forqan/ Direktur WALHI Nasional (0812 511 0979);
Anwar Sastro Maruf/Koordinator ABM (0812 105 90010); Abdon Nababan/Sekjend AMAN (0811 111 365);
Agus Ruli Ardiansyah/Ketua SPI (0815 8513 8077).
Anggota KNKR: Serikat Petani Pasundan (SPP), Wahana Lingkungan Hidup Indonesia (WALHI), Serikat Petani Indonesia (SPI), Sarekat Hijau Indonesia (SHI), Aliansi Petani Indonesia (API), Petani Mandiri (PM), Kongres Serikat Buruh Indonesia (KASBI), Forum Tenaga Honorer (FTH) Depkeu, Konsorsium Pembaruan Agraria (KPA), Kesatuan Nelayan Tradisional Indonesia (KNTI), Perhimpunan Rakyat Pekerja (PRP), Serikat Petani Karawang (SEPETAK), SMI, SPHP, FAM UI, IHCS, PBHI, PERGERAKAN, Koalisi Anti Utang (KAU), RACA Institute, Solidaritas Perempuan (SP), Institute Global Justice (IGJ), Aliansi Masyarakat Adat Nusantara (AMAN), Bina Desa, CAPPA, HuMA, JATAM, JKPP, KARSA, KIARA, KpSHK, Sajogyo Institute, Sawit Watch, YLBHI, Hijau Institute Indonesia, LBH Jakarta, UPC, KontraS, IMPARSIAL, DEMOS.
Di tengah krisis kapitalisme global yang parah, perekonomian Indonesia memburuk. Lebih dari 200 ribu orang terancam akan di PHK dalam tahun 2009, akibat ambruknya perusahaan dan industri di dalam negeri. Sementara jumlah pengangguran sudah sangat tinggi mencapai 10 juta. Krisis juga menyebabkan jatuhnya harga komoditas dan produk yang dihasilkan oleh jerih payah petani dan nelayan akan menjadi penyebab peningkatan kemiskinan di masa datang. Padahal saat ini angka kemiskinan di Indonesia telah mencapai 100 juta jiwa atau hampir separuh dari jumlah penduduk negara ini berpendapatan di bawah US$ 2 per hari. Dalam situasi yang semakin buruk, rakyat kembali terilusi oleh pemilu presiden (pilpres) yang akan berlangsung 8 Juli 2009. Setelah sebelumnya terilusi dalam pemilu legislative (pileg) yang merupakan proses politik terburuk sejak tumbangnya rezim Orde Baru, penuh dengan segala bentuk kecurangan, manipulasi dan pelanggaran hak asasi manusia. Semua yang dikampanyekan hanyalah ilusi yang lebih buruk dari iklan mie instant..!. Karena elite politik Indonesia yang akan lahir dari Pemilu 2009 baik pemilu legislative dan pilpres sama sekali tidak berbeda dengan elite-elite sebelumnya, baik dilihat dari sisi ideologi, kebijakan dan program politiknya. Rekam jejak para capres dan cawapres sudah jelas. Sepanjang 10 tahun terakhir mereka telah menunjukkan kesetiaan yang begitu besar dalam mendukung agenda neoliberalisme (privatisasi, deregulasi, liberalisasi). Suatu bentuk tertinggi dari eksploitasi kapitalisme yang menjadi sumber dari kemiskinan, pengangguran, ketidakadilan gender, kerusakan lingkungan, hingga pelanggaran hak asasi manusia.
Dibawah proyek KAPITALISME NEOLIBERAL, negara ini secara terus-menerus menjadi sasaran dari eksploitasi modal asing yang berasal dari negara-negara Industri maju seperti AS, Jepang, Uni Eropa, yang didukung oleh lembaga keuangan multilateral (IMF/WB/ADB). Utang luar negeri menjadi pembuka jalan bagi investasi modal besar untuk melanjutkan eksploitasi atas perekonomian Indonesia. Utang luar negeri Indonesia hingga ahir tahun 2008 mencapai Rp 1.640 triliun (KURS 11.000/US$), yang terdiri dari utang swasta dan utang pemerintah. Ditambah dengan utang dari obligasi negara (surat utang) yang berasal dari dalam dan luar negeri sebesar 973 triliun, maka total utang mencapai Rp 2.613 triliun. Artinya setiap kepala keluarga di negara ini harus menanggung utang sedikitnya Rp 44 juta/ rumah tangga (jumlah penduduk 230,4 juta jiwa, jumlah rumah tangga 59,2 juta dan anggota rumah tangga 3,89 jiwa/ rumah tangga). Padahal utang luar negeri yang sangat besar tersebut tidak digunakan untuk rakyat, tetapi menjadi sumber bagi pembiayaan kepentingan modal besar. Sementara Negara dengan menggunakan pajak rakyat harus membayar bunga dan cicilan hutang pokok dalam jumlah yang sangat besar yaitu mencapai Rp. 495,69 triliun atau setara dengan 58 persen pendapatan Negara atau 75 persen pendapatan pajak dalam Anggaran Pendapatan dan Belanja Negara (APBN) tahun 2009.
Lahirnya seluruh produk hukum dan dibangunnya segenap infrastruktur yang mendukung eksploitasi modal atas ekonomi Indonesia, telah meningkatkan dominasi modal besar asing hampir di seluruh sektor. Hingga saat ini lebih dari 175 juta lahan telah dikuasai oleh modal swasta, setara dengan 91 persen luas daratan Indonesia. Sebanyak 90 persen kekayaan migas nasional dikuasai investor asing, kekayaan tambang mineral 89 persen dikuasai modal asing, di sektor batubara 75 persen dikuasai modal asing. Hampir seluruh output yang dihasilkan dari eksploitasi sumber daya alam telah digunakan untuk memasok kebutuhan ekspor ke negara-negara industri maju, baik mineral, migas dan komoditas perkebunan. Akibatnya meski Indonesia adalah penghasil migas, akan tetapi menjadi net importer produk migas dan importir produk olahan lainnya yang bernilai tambah tinggi. Dipersembahkannya sumber bahan mentah untuk pasar ekspor inilah yang menjadi sebab dari hancurnya industri nasional, minimnya kesempatan kerja, rendahnya produktivitas usaha-usaha nasional serta semakin mahal dan langkanya sumber-sumber energi di dalam negeri.
Semakin luasnya dominasi dan semakin tingginya eksploitasi modal besar terhadap kekayaan rakyat Indonesia, tidak hanya memperparah kondisi ekonomi, akan tetapi juga memperburuk kondisi lingkungan. Jutaan hektar hutan mengalami deforestasi, lahan-lahan pertanian penduduk berubah menjadi lokasi tambang migas, kebun sawit dan perumahan-perumahan mewah dan industri kotor yang menghasilkan polusi. Sangat tampak bahwa eksploitasi SDA dijalankan melalui praktek penghancuran sistem reproduksi alam dan sistem produksi sosial rakyat. semakin tinggi investasi, semakin banyak rakyat yang kehilangan wilayah kelola mereka. Ratusan ribu perempuan miskin dan pemuda desa kehilangan pekerjaan di dalam negeri, puluhan ribu pekerja honorer terkatung-katung dan tidak jelas nasibnya, lebih dari lima juta rakyat Indonesia sekarang tengah mengadu nasib di luar negeri tanpa perlindungan hukum yang jelas. Berbagai peristiwa kekerasan terus dialami buruh migran, peristiwa yang semakin melukai harga diri, martabat sebagai bangsa dan nilai-nilai kemanusiaan yang universal.
Atas dasar itulah, maka seluruh kekuatan gerakan sosial di Indonesia berkehendak menyatukan kekuatan yang dimilikinya, mengajak seluruh rakyat Indonesia untuk bergabung dalam suatu gerakan terdepan untuk mengusung lima agenda utama yang harus dijalankan oleh negara sebagai perwujudan dari kedaulatan rakyat, yaitu:
1. Mewujudkan Reformasi Agraria Sejati; melalui restrukturisasi (tanah) dan penyediaan akses terhadap sumber-sumber agraria (modal, teknologi infrastruktur, pasar yang adil dan pengetahuan yang moderen) sebagai perwujudan keadilan dalam rangka kesejahteraan dan kemajuan rakyat.
2. Mewujudkan Keadilan Ekologis; yaitu hak untuk mendapatkan keadilan antar generasi atas prinsip keselamatan rakyat, keberlanjutan jasa pelayanan alam dan perlindungan produktivitas rakyat, dimana semua generasi baik sekarang maupun mendatang, berhak terselamatkan dari ancaman dan dampak krisis, serta penghancuran sumber-sumber kehidupan rakyat.
3. Pembangunan Industrialisasi Nasional; mengakhiri model produksi ekonomi kolonial dan para kompradornya (antek) dengan membangun kemandirian ekonomi, industri dan keuangan nasional yang berpihak pada kepentingan buruh dan rakyat Indonesia.
4. Mewujudkan Demokrasi Ekonomi; melalui penguasaan negara terhadap sumber-sumber produksi dan usaha-usaha yang menguasai hajat hidup orang banyak (mineral, batubara, migas, hutan, air, tanah, laut, dll) dalam rangka pemenuhan hak dasar (pendidikan, kesehatan, pekerjaan) serta memperluas kegiatan produksi, yang dikerjakan oleh semua, untuk semua dibawah penilikan bersama dalam rangka mewujudkan kemakmuran rakyat banyak dan bukan kemakmuran orang per orang. Termasuk di dalamnya agenda penghapusan utang lama dan penghentian pembuatan utang baru untuk kemandirian ekonomi nasional.
5. Pemenuhan HAM (Hak Asasi Manusia); melalui penghormatan, perlindungan dan pemenuhan hak dasar yang meliputi hak sipil politik dan ekonomi, sosial dan budaya. Termasuk di dalamnya penghukuman yang adil dan tegas terhadap pelaku pelanggaran HAM.
Demikian pernyataan sikap ini dibuat, untuk dijalankan dengan sungguh-sungguh oleh negara dalam rangka mewujudkan kedaulatan rakyat sejati.
BANGUN PERSATUAN GERAKAN RAKYAT,
BENTUK PEMERINTAHAN ALTERNATIF YANG ADIL, MANDIRI,
DAN BERDAULAT UNTUK KEMAKMURAN RAKYAT SEJATI
Kontak Media:
Agustiana/ Sekjend SPP (0852 2349 7399); Berry Nahdian Forqan/ Direktur WALHI Nasional (0812 511 0979);
Anwar Sastro Maruf/Koordinator ABM (0812 105 90010); Abdon Nababan/Sekjend AMAN (0811 111 365);
Agus Ruli Ardiansyah/Ketua SPI (0815 8513 8077).
Anggota KNKR: Serikat Petani Pasundan (SPP), Wahana Lingkungan Hidup Indonesia (WALHI), Serikat Petani Indonesia (SPI), Sarekat Hijau Indonesia (SHI), Aliansi Petani Indonesia (API), Petani Mandiri (PM), Kongres Serikat Buruh Indonesia (KASBI), Forum Tenaga Honorer (FTH) Depkeu, Konsorsium Pembaruan Agraria (KPA), Kesatuan Nelayan Tradisional Indonesia (KNTI), Perhimpunan Rakyat Pekerja (PRP), Serikat Petani Karawang (SEPETAK), SMI, SPHP, FAM UI, IHCS, PBHI, PERGERAKAN, Koalisi Anti Utang (KAU), RACA Institute, Solidaritas Perempuan (SP), Institute Global Justice (IGJ), Aliansi Masyarakat Adat Nusantara (AMAN), Bina Desa, CAPPA, HuMA, JATAM, JKPP, KARSA, KIARA, KpSHK, Sajogyo Institute, Sawit Watch, YLBHI, Hijau Institute Indonesia, LBH Jakarta, UPC, KontraS, IMPARSIAL, DEMOS.
0 komentar