Oleh Beginda Pakpahan
Konferensi Tingkat Tinggi ASEAN 27 Februari sampai 1 Maret 2009 di Hua Hin, Thailand telah usai. KTT ke-14 ini mengesahkan beberapa hal penting, seperti pengesahan Piagam ASEAN yang merupakan cikal bakal landasan hukum bagi asosiasi regional tersebut. Piagam yang diharapkan awalnya menjadi titik awal berintegrasinya negara-negara Asia Tenggara dan mewakili kepentingan rakyat ASEAN, tetapi tereduksi oleh hasil kompromi dari pelbagai kepentingan masing-masing negara anggota. Lalu komunitas-komunitas ASEAN (Komunitas Politik dan Keamanan, Komunitas Ekonomi dan Komunitas Sosial dan Budaya) merupakan pilar-pilar penyokong untuk berintegrasinya negara-negara Asia Tenggara menjadi asosiasi regional yang lebih solid. Komunitas-komunitas tersebut telah diterjemahkan ke dalam tiga rancangan kerja masing-masing.
Pembahasan tentang kerangka kerja Badan HAM ASEAN mengalami hal yang cukup kompleks karena beberapa menteri luar negeri negara-negara ASEAN masih memfokuskan kepada peranan promosi tentang HAM dibandingkan tentang penyelidikan dan penuntasan kasus-kasus HAM yang terjadi di kawasan Asia Tenggara. Agenda penting lainnya adalah kesepakatan perjanjian perdagangan bebas antara ASEAN dan Australia serta Selandia Baru yang merupakan rangkaian perjanjian perdagangan bebas yang dicapai oleh ASEAN dengan mitra luarnya, seperti Jepang, India, Korea Selatan dan China.
Sejak didirikan 1967, ASEAN masih terkesan dipengaruhi oleh agenda-agenda para elite dan birokrasi dari negara-negara anggotanya. Masih jauh dari harapan-harapan rakyatnya di tingkatan bawah sebagai pemegang hak kedaulatan dan konstituen dari asosiasi kawasan tersebut. Jika kita lihat hal-hal penting yang sudah diulas sebelumnya, banyak rakyat ASEAN yang tidak terlalu mengenali dan merasakan manfaat dari perjanjian-perjanjian tersebut. Tidak dapat dipungkiri dampak yang dirasakan oleh rakyat ASEAN dari kesepakatan-kesepakatan sebelumnya adalah stabilitas kawasan, dan baru sebatas pembebasan visa kunjungan singkat. Tapi, bagaimana de-ngan biaya pendidikan yang murah bagi rakyat ASEAN, ketersediaan pangan yang nyata, kesempatan hidup atau bekerja yang terbuka dan terlindungi bagi semua warga ASEAN di wilayah Asia Tenggara, harga pesawat yang murah dan sebagainya.
Petani, Nelayan, Buruh
Perjanjian perdagangan bebas yang dilakukan saat krisis ekonomi global ini merupakan hal yang berani dan berisiko tinggi. Sejak kepemimpinan baru di Amerika Serikat, negara promotor perdagangan bebas tersebut secara perlahan mulai menggeser kebijakan-kebijakan luar negeri dan ekonomi perdagangannya ke arah keikutsertaan peran negara dalam kegiatan ekonomi.
Mayoritas rakyat ASEAN merupakan petani, nelayan dan buruh. Mereka juga terimbas dampak krisis ekonomi global. Mereka cukup sulit untuk memenuhi kebutuhan hidup sehari-hari, akses terhadap kesehatan, perumahan yang memadai, mendapatkan pendidikan dasar dan ketersediaan lapangan kerja.
Jika para pemimpin ASEAN tidak berpikir ulang dan meninjau kembali kebijakan-kebijakan ASEAN selama ini maka kemungkinan rakyat ASEAN akan terkena dampak negatif yang nyata dari semua proses yang sudah dan akan terjadi. Tidak bisa disangkal, ASEAN selama ini masih sebatas pada pertemuan dan perjanjian yang disepakati di atas kertas, tetapi minim direalisasikan dalam pelaksanaan program yang nyata bagi rakyat banyak.
Forum Rakyat ASEAN (ASEAN People Forum) yang dilaksanakan pada tanggal 20-22 Februari 2009 di Universitas Chulalongkorn, Bangkok, Thailand merupakan bentuk saluran aspirasi dari rakyat ASEAN. Para peserta yang hadir sekitar 800 orang yang berlatar belakang serikat petani, petani, nelayan, aktivis LSM, pejuang hak asasi manusia, serikat pekerja/buruh, penggiat budaya, akademisi dan komponen rakyat lainnya bertemu untuk membahas pelbagai isu yang menjadi pemikiran bersama, seperti isu hak asasi manusia dan pembentukan Badan HAM di Asia Tenggara, isu krisis pangan dan kedaulatan pangan, isu perubahan iklim, isu perdagangan bebas, isu buruh migran, dan isu penting lainnya. Forum tersebut menjadi arena komunikasi dan membangun jaringan bagi para peserta yang mewakili pelbagai spektrum dari rakyat ASEAN.
Tiga Pilar Utama
Hasil-hasil aspirasi dan kepentingan dari Forum Rakyat ASEAN layaknya disalurkan kepada para elite dan birokrat ASEAN yang bertemu di KTT ASEAN. Oleh karena itu, perlu adanya mekanisme untuk menjembatani aspirasi tersebut. Pendekatan Cluster merupakan mekanisme atau model kerja yang baik untuk mengoordinasikan seluruh LSM dengan pemerintah ASEAN. Ide utamanya adalah mendistribusikan para LSM berdasarkan tiga pilar utama di ASEAN. Tiga cluster utama tersebut adalah Cluster Komunitas Rakyat ASEAN untuk Politik dan Keamanan, Cluster Komunitas Rakyat ASEAN untuk Ekonomi dan Cluster Komunitas Rakyat ASEAN untuk Sosial dan Budaya.
Setiap cluster pada tingkatan nasional dan regional akan dikoordinasikan oleh focal point/koordinator cluster yang dipilih oleh organisasi masyarakat sipil yang ada di masing-masing cluster tersebut. Mekanisme kerjanya, setiap cluster pada tingkat nasional akan membentuk forum-forum bersama dengan wakil-wakil dari pemerintah dari masing-masing negara ASEAN untuk berbagi dan memberikan ide dan argumennya sebelum pertemuan KTT ASEAN dilaksanakan.
Pada tingkatan regional, koordinator cluster bisa mengoordinasikan seluruh perwakilan masyarakat sipil untuk memperjuangkan dan meminta agar kepentingan rakyat ASEAN bisa terakomodasi pada setiap kebijakan regional ASEAN. Semuanya ini di bawah dalam satu payung yang bernama Jaringan Solidaritas Rakyat ASEAN.
Hal ini menjadi penting untuk mengoordinasikan berbagai pandangan yang ada di masyarakat sipil ASEAN agar lebih jelas dan efektif penyampaiannya kepada para pembuat dan pengambil kebijakan di ASEAN, dan diharapkan ke depan bisa membangun integrasi regional rakyat ASEAN.
Perubahan paradigma dan mekanisme jaring aspirasi rakyat dari para pemerintah ASEAN diperlukan saat ini. Para pemerintah ASEAN agar mau lebih mendengar dan bersifat akomodatif terhadap aspirasi-aspirasi rakyatnya. Di sisi lain, masyarakat madani perlu mengoordinasikan posisinya agar lebih koheren dan terkoordinasi dengan baik sehingga merefleksikan soliditas dari rakyat ASEAN.
Ini penting bagi seluruh komponen di ASEAN (peme-rintah dan organisasi masyarakat madani) untuk menjadikan ASEAN asosiasi regional yang demokratis dengan menempatkan kepentingan rakyat sebagai fondasinya dan setiap kebija kannya merefleksikan kepentingan dari rakyat untuk rakyat, bukan dari elite untuk elite.
Penulis adalah pemerhati masalah internasional. Alumnus Universitas Glasgow dan London School of Economics and Political Science (LSE London).
Sumber: http://www.sinarharapan.co.id/berita/0903/14/opi01.html
Konferensi Tingkat Tinggi ASEAN 27 Februari sampai 1 Maret 2009 di Hua Hin, Thailand telah usai. KTT ke-14 ini mengesahkan beberapa hal penting, seperti pengesahan Piagam ASEAN yang merupakan cikal bakal landasan hukum bagi asosiasi regional tersebut. Piagam yang diharapkan awalnya menjadi titik awal berintegrasinya negara-negara Asia Tenggara dan mewakili kepentingan rakyat ASEAN, tetapi tereduksi oleh hasil kompromi dari pelbagai kepentingan masing-masing negara anggota. Lalu komunitas-komunitas ASEAN (Komunitas Politik dan Keamanan, Komunitas Ekonomi dan Komunitas Sosial dan Budaya) merupakan pilar-pilar penyokong untuk berintegrasinya negara-negara Asia Tenggara menjadi asosiasi regional yang lebih solid. Komunitas-komunitas tersebut telah diterjemahkan ke dalam tiga rancangan kerja masing-masing.
Pembahasan tentang kerangka kerja Badan HAM ASEAN mengalami hal yang cukup kompleks karena beberapa menteri luar negeri negara-negara ASEAN masih memfokuskan kepada peranan promosi tentang HAM dibandingkan tentang penyelidikan dan penuntasan kasus-kasus HAM yang terjadi di kawasan Asia Tenggara. Agenda penting lainnya adalah kesepakatan perjanjian perdagangan bebas antara ASEAN dan Australia serta Selandia Baru yang merupakan rangkaian perjanjian perdagangan bebas yang dicapai oleh ASEAN dengan mitra luarnya, seperti Jepang, India, Korea Selatan dan China.
Sejak didirikan 1967, ASEAN masih terkesan dipengaruhi oleh agenda-agenda para elite dan birokrasi dari negara-negara anggotanya. Masih jauh dari harapan-harapan rakyatnya di tingkatan bawah sebagai pemegang hak kedaulatan dan konstituen dari asosiasi kawasan tersebut. Jika kita lihat hal-hal penting yang sudah diulas sebelumnya, banyak rakyat ASEAN yang tidak terlalu mengenali dan merasakan manfaat dari perjanjian-perjanjian tersebut. Tidak dapat dipungkiri dampak yang dirasakan oleh rakyat ASEAN dari kesepakatan-kesepakatan sebelumnya adalah stabilitas kawasan, dan baru sebatas pembebasan visa kunjungan singkat. Tapi, bagaimana de-ngan biaya pendidikan yang murah bagi rakyat ASEAN, ketersediaan pangan yang nyata, kesempatan hidup atau bekerja yang terbuka dan terlindungi bagi semua warga ASEAN di wilayah Asia Tenggara, harga pesawat yang murah dan sebagainya.
Petani, Nelayan, Buruh
Perjanjian perdagangan bebas yang dilakukan saat krisis ekonomi global ini merupakan hal yang berani dan berisiko tinggi. Sejak kepemimpinan baru di Amerika Serikat, negara promotor perdagangan bebas tersebut secara perlahan mulai menggeser kebijakan-kebijakan luar negeri dan ekonomi perdagangannya ke arah keikutsertaan peran negara dalam kegiatan ekonomi.
Mayoritas rakyat ASEAN merupakan petani, nelayan dan buruh. Mereka juga terimbas dampak krisis ekonomi global. Mereka cukup sulit untuk memenuhi kebutuhan hidup sehari-hari, akses terhadap kesehatan, perumahan yang memadai, mendapatkan pendidikan dasar dan ketersediaan lapangan kerja.
Jika para pemimpin ASEAN tidak berpikir ulang dan meninjau kembali kebijakan-kebijakan ASEAN selama ini maka kemungkinan rakyat ASEAN akan terkena dampak negatif yang nyata dari semua proses yang sudah dan akan terjadi. Tidak bisa disangkal, ASEAN selama ini masih sebatas pada pertemuan dan perjanjian yang disepakati di atas kertas, tetapi minim direalisasikan dalam pelaksanaan program yang nyata bagi rakyat banyak.
Forum Rakyat ASEAN (ASEAN People Forum) yang dilaksanakan pada tanggal 20-22 Februari 2009 di Universitas Chulalongkorn, Bangkok, Thailand merupakan bentuk saluran aspirasi dari rakyat ASEAN. Para peserta yang hadir sekitar 800 orang yang berlatar belakang serikat petani, petani, nelayan, aktivis LSM, pejuang hak asasi manusia, serikat pekerja/buruh, penggiat budaya, akademisi dan komponen rakyat lainnya bertemu untuk membahas pelbagai isu yang menjadi pemikiran bersama, seperti isu hak asasi manusia dan pembentukan Badan HAM di Asia Tenggara, isu krisis pangan dan kedaulatan pangan, isu perubahan iklim, isu perdagangan bebas, isu buruh migran, dan isu penting lainnya. Forum tersebut menjadi arena komunikasi dan membangun jaringan bagi para peserta yang mewakili pelbagai spektrum dari rakyat ASEAN.
Tiga Pilar Utama
Hasil-hasil aspirasi dan kepentingan dari Forum Rakyat ASEAN layaknya disalurkan kepada para elite dan birokrat ASEAN yang bertemu di KTT ASEAN. Oleh karena itu, perlu adanya mekanisme untuk menjembatani aspirasi tersebut. Pendekatan Cluster merupakan mekanisme atau model kerja yang baik untuk mengoordinasikan seluruh LSM dengan pemerintah ASEAN. Ide utamanya adalah mendistribusikan para LSM berdasarkan tiga pilar utama di ASEAN. Tiga cluster utama tersebut adalah Cluster Komunitas Rakyat ASEAN untuk Politik dan Keamanan, Cluster Komunitas Rakyat ASEAN untuk Ekonomi dan Cluster Komunitas Rakyat ASEAN untuk Sosial dan Budaya.
Setiap cluster pada tingkatan nasional dan regional akan dikoordinasikan oleh focal point/koordinator cluster yang dipilih oleh organisasi masyarakat sipil yang ada di masing-masing cluster tersebut. Mekanisme kerjanya, setiap cluster pada tingkat nasional akan membentuk forum-forum bersama dengan wakil-wakil dari pemerintah dari masing-masing negara ASEAN untuk berbagi dan memberikan ide dan argumennya sebelum pertemuan KTT ASEAN dilaksanakan.
Pada tingkatan regional, koordinator cluster bisa mengoordinasikan seluruh perwakilan masyarakat sipil untuk memperjuangkan dan meminta agar kepentingan rakyat ASEAN bisa terakomodasi pada setiap kebijakan regional ASEAN. Semuanya ini di bawah dalam satu payung yang bernama Jaringan Solidaritas Rakyat ASEAN.
Hal ini menjadi penting untuk mengoordinasikan berbagai pandangan yang ada di masyarakat sipil ASEAN agar lebih jelas dan efektif penyampaiannya kepada para pembuat dan pengambil kebijakan di ASEAN, dan diharapkan ke depan bisa membangun integrasi regional rakyat ASEAN.
Perubahan paradigma dan mekanisme jaring aspirasi rakyat dari para pemerintah ASEAN diperlukan saat ini. Para pemerintah ASEAN agar mau lebih mendengar dan bersifat akomodatif terhadap aspirasi-aspirasi rakyatnya. Di sisi lain, masyarakat madani perlu mengoordinasikan posisinya agar lebih koheren dan terkoordinasi dengan baik sehingga merefleksikan soliditas dari rakyat ASEAN.
Ini penting bagi seluruh komponen di ASEAN (peme-rintah dan organisasi masyarakat madani) untuk menjadikan ASEAN asosiasi regional yang demokratis dengan menempatkan kepentingan rakyat sebagai fondasinya dan setiap kebija kannya merefleksikan kepentingan dari rakyat untuk rakyat, bukan dari elite untuk elite.
Penulis adalah pemerhati masalah internasional. Alumnus Universitas Glasgow dan London School of Economics and Political Science (LSE London).
Sumber: http://www.sinarharapan.co.id/berita/0903/14/opi01.html
0 komentar