Jum’at, 25 Juli 2008, terjadi penangkapan terhadap para petani berjumlah 100 orang di area perkebunan sawit milik PT. Buana Estate yang terletak di Kampung Banjaran Kecamatan Secanggang, Kab. Langkat, Sumatera Utara. Penangkapan dilakukan oleh POLRES LANGKAT terhadap petani di kampung Banjaran dikarenakan sebelumnya, pada tanggal 21 Juli warga didatangi oleh aparat kepolisian hingga eskalasi konflik meningkat pada tanggal 23 dan puncaknya tanggal 24 Juli yang berakhir dengan bentrok antara petani dan polisi. Dalam peristiwa tersebut, terjadi kekerasan yang dilakukan oleh karyawan dan Satpam PT.Buana Estate yang berjumlah ± 350 orang dan didukung oleh 120 orang aparat kepolisian dengan mengendarai 2 mobil truk.
Bentuk kekerasan yang dilakukan oleh aparat kepolisian merupakan tindakan melecehkan kewibawaan Kepolisian Indonesia dan melanggar Hak Azasi Manusia. Dalam kasus ini, terlihat dengan jelas ke arah mana keberpihakan aparat penegak hukum dan mengabaikan proses peradilan yang berlangsung dimana petani melakukan gugatan balik ke perusahaan perkebunan dikarenakan ada kejanggalan perpanjangan HGU-nya.
Sebagaimana diketahui, PT. Buana Estate adalah perusahaan yang memperoleh izin mengerjakan perkebunan sawit di wilayah Cintaraja, Kecamatan Secanggang, Kab.Langkat, Sumatera Utara dengan luas 1.785 Ha (dan termasuk dalam luasan lahan tersebut, terdapat tanah warga kampung Banjaran seluas 70, 3 Ha) dengan memperoleh legalitas melalui SK Gubernur Sumut Surat Gubernur Sumatera Utara No. 23246/Sekr dan Surat Mendagri No. 9/HGU/DA/82. HGU berakhir pada bulan Juni tahun 2007.
Mengetahui izin HGU-ya telah berakhir dimana PT. Buana Estate tidak dapat membuktikan perpanjangan HGU dengan bukti-bukti yang otentik dan semakin menunjukkan arogansi kekuasaan dengan menggandeng aparat kepolisian dalam penyelesaian konflik (tanggal 21, 23, 24 dan 25 Juli 2008) yang menyebabkan jatuhnya korban di pihak petani yang sesungguhnya adalah pemilik yang sah (de jure).
Dengan dalih apapun, aparat kepolisian tidak dibenarkan melakukan penangkapan seperti pelaku kriminal, sementara konflik tersebut masih dalam proses pengadilan. Peristiwa penangkapan yang dilakukan oleh Polisi merupakan bentuk kesewenang-wenangan aparat keamanan dalam menyelesaikan persoalan agraria. Dari seluruh konflik agraria yang ada di negeri ini, tindakan kekerasan aparat selalu saja menyertai setiap konflik. Korban yang jatuh juga selalu rakyat kecil, tak bertanah dan miskin. Sungguh mengherankan, apakah harus selalu rakyat yang jadi korban di negeri ini?
Penangkapan warga Banjaran oleh Polisi adalah jauh dari prosedur hukum, hal tersebut pantas untuk dicap sebagai tindakan tercela dan merendahkan martabat manusia. Di tengah maraknya kekerasan yang dilakukan aparat keamanan terhadap rakyat tak berdosa, Polres Langkat bukannya hati-hati dalam bertindak, malah semakin berani melakukan pelanggaran HAM. Tindakan ini adalah pengingkaran terhadap kewajiban negara dalam menghormati, melindungi dan memenuhi Hak Asasi Manusia, termasuk Hak asasi rakyat petani.
Sebagaimana diketahui, PT. Buana Estate adalah perusahaan yang memperoleh izin mengerjakan perkebunan sawit di wilayah Cintaraja, Kecamatan Secanggang, Kab.Langkat, Sumatera Utara dengan luas 1.785 Ha (dan termasuk dalam luasan lahan tersebut, terdapat tanah warga kampung Banjaran seluas 70, 3 Ha) dengan memperoleh legalitas melalui SK Gubernur Sumut Surat Gubernur Sumatera Utara No. 23246/Sekr dan Surat Mendagri No. 9/HGU/DA/82. HGU berakhir pada bulan Juni tahun 2007.
Mengetahui izin HGU-ya telah berakhir dimana PT. Buana Estate tidak dapat membuktikan perpanjangan HGU dengan bukti-bukti yang otentik dan semakin menunjukkan arogansi kekuasaan dengan menggandeng aparat kepolisian dalam penyelesaian konflik (tanggal 21, 23, 24 dan 25 Juli 2008) yang menyebabkan jatuhnya korban di pihak petani yang sesungguhnya adalah pemilik yang sah (de jure).
Dengan dalih apapun, aparat kepolisian tidak dibenarkan melakukan penangkapan seperti pelaku kriminal, sementara konflik tersebut masih dalam proses pengadilan. Peristiwa penangkapan yang dilakukan oleh Polisi merupakan bentuk kesewenang-wenangan aparat keamanan dalam menyelesaikan persoalan agraria. Dari seluruh konflik agraria yang ada di negeri ini, tindakan kekerasan aparat selalu saja menyertai setiap konflik. Korban yang jatuh juga selalu rakyat kecil, tak bertanah dan miskin. Sungguh mengherankan, apakah harus selalu rakyat yang jadi korban di negeri ini?
Penangkapan warga Banjaran oleh Polisi adalah jauh dari prosedur hukum, hal tersebut pantas untuk dicap sebagai tindakan tercela dan merendahkan martabat manusia. Di tengah maraknya kekerasan yang dilakukan aparat keamanan terhadap rakyat tak berdosa, Polres Langkat bukannya hati-hati dalam bertindak, malah semakin berani melakukan pelanggaran HAM. Tindakan ini adalah pengingkaran terhadap kewajiban negara dalam menghormati, melindungi dan memenuhi Hak Asasi Manusia, termasuk Hak asasi rakyat petani.
----------------- *** ------------------
KRONOLOGI PENYERANGAN DAN PENANGKAPAN
OLEH APARAT POLRES LANGKAT
TERHADAP WARGA BANJARAN
Hari senin tanggal 21 Juli 2008
Lokasi Kejadian:
Kampung Banjaran, Kecamatan Secanggang Kabupaten Langkat Sumatera Utara. Sengketa lahan 70.3 Ha antara warga Banjaran dengan PT. Buana Estate.
Jam 9.00 WIB
3 orang berpakaian prean dan tidak dikenal datang ke Lokasi Banjaran lahan sengketa. Warga banjaran dan PT Buana Estate melihat pilar tapal batas yang dibuat warga pada hari minggu 20 Juli 2008.
Jam 09.30 WIB
Warga Banjaran -+ 55 orang berkumpul di Posko. Berjalan ke arah barat melanjutkan pekerjaan membuat pilar tapal batas dengan PT. Buana Estate.
Jam 11.30 WIB
Ketika warga banjaran (KTMIM) sedang bekerja, datang 4 orang dengan mengendarai 2 sepeda motor, mereksa adalah: Ahmad L;anggota polisi berpakaian seragam BRIMOB dengan senjata api laras panjang, anggota polisi berpakaian preman tidak diketahui namanya dengan senjata api laras panjang, Irwanto(iwan busuk); satpam PT. Buana Estate, Seniman; satpam PT. Buana Estate.
Ahmad L; dengan memegang senjata bertanya pada sorang warga bernama Dedi Syahputra Ginting “ mana pengurus atau kordinator lapangan 1 orang untuk saya foto”.
Lalu Dedi Syahputra memanggil kawan-kawasnnya yang sedang bekerja di dalam untuk keluar lalu berbicara “kalau mau di foto kami semua, karena semuanya pengurus dan kordinator yang bapak cari”.
Ahmad L pun melanjutkan “kami adalah anak bangsa, kami bisa saja menghabisi bapak-bapak”.
Poniseh salah seorang warga menimpali “silahkan tembak saya sekarang, dengan membuka baju. Siapa yang bayar gaji polisi, kalau bukan uang rakyat”.
Jam 11.45 WIB
Ke 4 orang tersebut lalu pergi meninggalkan lokasi dan warga banjaran yang tergabung dalam KTMIM kembali ke posko, menjaga pilar dari gangguan orang yang tidak bertanggung jawab.
Hari Rabu Tanggal 23 juli 2008
Jam 07.20 WIB
Warga Banjaran menyetop karyawan PT. Buana Estate yang akan panen sawit
- polisi berpakaian seragam ada 2 orang mengawal karyawan PT. Buana Estate; Bowo dan Ahmad L
Jam 08.15 WIB
Karyawan PT .Buana Estate menhentikan pekerjaan, buah sawit hasil panen mau di bawa keluar tapi ditahan oleh warga Banjaran.
Jam 10.15 WIB
Kapolsek secanggang B. Siahaan beserta anggotanya turun ke lokasi.
- 2 orang pejabat PT. Buana Estate sugeng; asisten PT. Buana Estate dan Sutripno satpam PT. Buana Estate.
- 2 orang perwakilkan masyarakat Pak Supono dan Pak Andi Wijaya
- Membuat kesepakatan yang disaksikan oleh kapolsek secanggang, dan anggota intel polsek langkat
Bunyi kesepakatan antara lain:
1. buah yang sudah dipanen silahkan dibawa oleh PT. Buana Estate.
2. sebelum ada ngosiasi antara warga dan PT. Buana Estate kedua belah pihak tidak boleh mengadakan aktivitas di lapangan.
3. warga minta kompensasi dari hasil panen.
4. tempat negosiasi rencananya akan diadakan di DPRD Langkat.
Hari kamis, 24 Juli 2008
Jam 07.30
• Karyawan dan stpam PT Buana Estate berjumlah -+ 85 Orang berkumpul dilokasi Banjaran.
• Warga Banjaran -+ 90 Orang berjaga-jaga agar karyawan jangan memasuki area 70,3 ha yang disengketakan.
Jam 08.15 WIB
- Warga (Supono) melapor ke polsek Secanggang dan diterima oleh anggota bapak Yanto.
- Menghubungi media dan tv
- Kontak dengan Jaringan API dan Bina Desa.
Jam 09.45 WIB
Anggota Samapta Polres Langkat -+40 Personil di pimpin oleh AIPTU K. Tarigan Beserta anggota Polsek Secanggang yang dipimpin langsung oleh Kapolsek Secanggang B. Siahaan turun ke lokasi.
Jam 10.50 WIB
Bentrok fisik antara warga banjaran dan karyawan satpam PT. Buana Estate, tapi berhasil dicegah oleh polisi.
- ada isu yang tersebar diantara warga bahwa ada warga yang mati tertembak oleh polisi.
- Salah seorang warga, pak supono diamankan oleh 4 orang intel dari kodim yang dipimpin oleh sumarlin
Jam 13.30 WIB
Kendaraan jonder yang mengangkut buah sawit keluar dari lokasi, para warga tidur di depan ban jonder.
Jam 16.10 WIB
Polisi pulang, karyawan pulang tapi warga masih berjaga-jaga sampai larut malam
Jam 16 . 15 WIB
- Warga (Supno) melakukan negosiasi dengan Camat Secanggang Ibu Manna Walsawa.
- Camat Secanggang dan Pemkab Langkat tidak berani menjembatani perselisihan antara warga dengan PT. Buana Estate. Alasannya karena kasus ini sudah di tangan Pengadilan Negeri Stabat.
- Camat Secanggang sudah membuat laporan kepada Bupati Langkat dan dan tim penyelesaian kasus tanah kab. Langkat.
Jum’at, 25 Juli 2008
Jam 07.30 WIB
- Karyawan dan Satpam PT Buana Estate yang berjumlah sekitar -+ 350 Orang berkumpul di Lokasi.
Jam 09.00.WIB (Kominikasi dilakukan melalui Tlepon)
Melalui Telepon, Warga melaporkan ke Sekretariat Nasional API, Bahwa dua truk mobil polisi berseragam dan polisi dengan dengan pakaian preman memasuki lahan
Jam 09.30 WIB
Polisi melakukan penangkapan dengan kekerasan terhadap warga Banjaran. Polisi juga melakukan tindakan kekerasan dengan menendang, menginjak dan memukul terhadap warga. Jumlah warga Petani belum diketahui secara pasti. Namun kebanyakan adalah laki-laki.
Jam 10.00 WIB
Polisi menangkap paksa terhadap warga Banjaran, diantara mereka ada 2 orang yang mengalami pingsan. Warga di bawa ke Polres Langkat.
Jam. 10,30 WIB
Semua warga Banjaran terutama Ibu-ibu dan anak-anak menyusul ke Polres Langkat menuntut agar kawan-kawan dan keluarga mereka di bebaskan.
Kronoligis ini dibuat sesuai dengan aslinya yang masih dalam bentuk tulisan tangan.
Dibuat oleh:
KTMIM
Langkat, 25 Juli 2008
0 komentar