Pengikut

Rapat Umum Bank Pembangunan Asia (ADB) terjadi pada waktu yang paling penting, ketika kebakaran besar ekonomi dan keuangan global menyerang perekonomian yang paling rentan di negara-negara berkembang, mengakibatkan banyak pengangguran, dan mendorong lebih banyak orang ke dalam kemiskinan dan kelaparan. Dan bahkan sebelum resesi ekonomi menyerang negara-negara miskin, 890 juta orang telah menjadi miskin dan kelaparan karena krisis berkepanjangan melalui pembebanan kebijakan ekonomi neo-liberal oleh Bank Pembangunan Asia, Bank Dunia dan IMF pada negara-negara kliennya. Kebijakan dan program-program tersebut secara substansial telah mempengaruhi kapasitas produktif negara-negara ini, dan menawarkan swasembada pangan. Hanya karena ingin memenuhi program-program penyesuaian struktural dan pinjaman serupa lainnya yang disyaratkan oleh lembaga keuangan internasional, banyak negara-negara berkembang telah kehilangan kontrol dan kedaulatan atas pertanian, pangan, dan pengembangan kebijakan mereka. Banyak yang sekarang menjadi jaringan pengimpor pangan, bahkan banyak lahan produktif yang telah menjadi perkebunan besar untuk tanaman ekspor dan yang baru-baru ini tanaman agrofuel, yang mengakibatkan semakin melaratnya buruh tani dan petani miskin.

Peranan Bank Pembangunan Asia dalam membentuk ekonomi dan kebijakan pangan di suatu wilayah tidak dapat diabaikan, karena ADB merupakan salah satu lembaga perkreditan utama di banyak negara di wilayah ini. Dari mulai pertanian, air sampai energi, proyek pinjaman ADB dibuat untuk bisa mempengaruhi reformasi kebijakan dan bahkan mengubah struktur dan proses dalam sektor-sektor utama di negara-negara klien

Misalnya pada air, proyek-proyek yang didanai oleh ADB mewajibkan reformasi mendasar dalam kebijakan nasional air seperti 600 juta dolar Program Pinjaman Sektor Pertanian Thailand dan 10,7 juta dolar pinjaman Sri Lanka, dan mendorong untuk privatisasi pasokan air seperti di Pakistan dan Nepal. Di Indonesia, ADB mendorong pemerintah untuk meloloskan Hukum Sumber Daya Air yang baru dan privatisasi PDAM milik pemerintah. Di Filipina, selain pendanaan sejumlah proyek irigasi yang gagal bermanfaat bagi petani, ADB juga mempromosikan desentralisasi pelaksanaan irigasi dan membubarkan kantor administrasi irigasi nasional.

Dalam pangan dan pertanian, proyek ADB telah mengembangkan pasar liberalisasi dan privatisasi badan perdagangan pangan milik negara, bersama dengan Bank Dunia.

Singkatnya, ADB sangat bertanggung jawab atas krisis yang sekarang mencabut jutaan orang dari akses atas makanan murah dan berkualitas serta hak-hak mereka atas air dan layanan penting lainnya.

Sejak masyarakat internasional semakin mempertanyakan kelangsungan globalisasi dan liberalisasi perdagangan yang dipromosikan oleh ADB dan lembaga donor lainnya, Rapat Umum Tahunan ADB menawarkan ruang yang sangat tepat untuk melumpuhkan mitos yang sedang berkembang bahwa semakin banyak liberalisasi ekonomi semakin banyak reformasi pasar, dan semakin besar investasi perusahaan-perusahaan transnasional agribisnis merupakan jawaban atas krisis yang sedang terjadi. Hal ini juga memberi tempat untuk kritik yang cermat atas strategi dan kebijakan pinjaman ADB yang jelas melanggar hak-hak dasar masyarakat di Asia - hak mereka atas tanah, air, makanan dan pekerjaan.

Untuk itu, Jaringan Asia-Pasifik mengusulkan bahwa para anggota di setiap wilayah berpartisipasi aktif dan menyelenggarakan acara selama Rapat Umum ADB dari 1-5 Mei 2009, di Bali.

Diposting oleh Aliansi Petani Indonesia Senin, 27 April 2009

0 komentar

Posting Komentar

Aliansi Petani Indonesia

Subscribe here

Lagu-lagu Perjuangan Petani Organik API

Dokumentasi