Pengikut

1524. Terdesak. Barangtentu, itulah yang dirasakan petani-petani di Stuhlingen, Jerman ketika mereka memutuskan memberontak. Meski pertumbuhan ekonomi tinggi, ternyata tidak ada perubahan yang lebih baik yang mereka rasakan. Pajak yang mahal tetap harus dibayar dan kerja paksa pun tetap harus dijalani. Mereka inginkan hidup yang lebih baik. Mereka inginkan kebebasan untuk memancing dan berburu. Mereka inginkan kehidupan yang layak sebagai petani.

Maka, wilayah Thüringen pun berdarah. Thomas Münzer berhasil memimpin para petani menggulingkan kekuasaan feodal. Tahun itu, segala sesuatu diatur dan dinikmati bersama oleh kaum tani. Kebebasan yang hanya ada untuk satu tahun, karena pada akhirnya Münzer harus mati dan perjuangan kaum tani diredam kembali. Bangsawan tak rela dikalahkan.


Beberapa ratus tahun sebelumnya.

1215.Terdesak. Barangtentu, itupula yang membuat Raja John dari Inggris menyetujui Magna Carta, sebuah piagam yang membatasi kekuasaan raja dan mulai mengakui hak individu. Para bangsawannya ketika itu mulai melakukan pemberontakan. Mereka tak rela membayar pajak yang sedemikian besar untuk kepentingan pribadi sang raja. Maka bangsawan-bangsawan yang terdesak miskin ini, mulai mangkir. Menjadi tidak patuh. Memaksa John tawar menawar tentang sebuah dokumen. Skak mat!

1941. Terdesak.
Itu jugalah yang membuat Perdana Menteri Inggris Winston Churchill, segera setelah Jepang meledakkan Pearl Harbour, mengunjungi Presiden Franklin D. Roosevelt di Washington DC. Didesak akan kekhawatiran tentang kehancuran dunia, akibat impian Jerman, Jepang dan Italy untuk menguasai dunia, maka pada Januari 1942, 26 negara yang menyatakan diri sebagai United Nations bersepakat untuk mengerahkan seluruh energi mereka mengalahkan musuh bersama.

Terdesak adalah sebuah kata yang sangat erat dengan masa depan.Münzer dan kawan-kawannya bisa saja tidak memberontak jika mereka tidak peduli dengan masa depan yang terus menerus harus membayar pajak dan bekerja paksa.

John dari Inggris tentunya tidak perlu menandatangani Magna Carta, jika ia tidak pusing harus kehilangan kekuasaannya.

Inggris, Amerika dan 24 negara-negara itu pun semestinya santai-santai saja dengan ide Hitler menguasai dunia jika mereka tidak berkeberatan anak-anak di Etopia, Venezuela, Filipin atau anak-anak ditempat lain mengangkat tangan hormat pada Sang Fuehrer sambil berteriak teriak, “Hail Hitler. Hail Hitler!”

Pikiran akan masa depan, itulah yang mendesak dan mendorong serta memaksa seseorang, sekumpulan komunitas, sebuah bangsa, seluruh umat manusia berbuat sesuatu.

Maka hal yang sama juga yang telah membawa Si Antonio dan Nikola, Si Juleha dan Asep, Tuan Mboko dan Nona Tambo, Elena dan David serta kawan-kawan yang lain berkumpul malam itu. Terdesak dan khawatir akan masa depan.

2008. Harga-harga pangan semakin mahal, namun petani-petani di desa malah kelaparan. Sungguh aneh jika 80% dari 850 juta orang kelaparan adalah petani, penggembala, nelayan dan masyarakat adat.

2008. Harga-harga pangan semakin mahal tetapi tanah-tanah malah diratakan untuk dijadikan perkebunan kelapa sawit untuk mengisi antrian tangki bahan bakar mobil-mobil mewah di Eropa dan Amerika. Ajaib! Jumlah jagung yang dipakai untuk menghasilkan biofuel yang mengisi satu tangki SUV, bisa memberi makan seorang dewasa tiap hari selama satu tahun.

2008. Harga-harga pangan semakin mahal tetapi hanya ada segelitir perusahaan yang memonopoli perdagangan pangan dunia. Sebut saja: nestle, nabisco dan kellog. Orang-orang berteriak, liberalisasi perdagangan produk pertanian! Tetapi sebenarnya hanya memberikan jalan kepada segelitir perusahaan-perusahaan ini untuk membuka anak-anak perusahaan di negara A, di negara B tanpa peduli dengan kehidupan produsen pangan, tanpa pernah mempertimbangkan kesehatan masyarakat yang hanya mampu membeli makanan murah yang diproduksi dari bahan-bahan yang telah diubah genetikanya.

2008. Harga-harga pangan semakin mahal tetapi petani yang mati kelaparan di desa-desa tidak diberikan tanah untuk bercocok tanam. Padahal sudah berbusa-busa para ahli di FAO sana menerangkan betapa pertanian kecil lebih mampu menghasilkan pangan ketimbang pertanian-pertanian yang berteknologi tinggi.

2008. Harga-harga pangan semakin mahal akibat gagal panen yang disebabkan pemanasan global tetapi jutaan hektar lahan diberikan kepada perkebunan-perkebunan yang melepaskan banyak sekali gas rumah kaca di udara dari pupuk-pupuk yang mereka pakai.

2008. Yang miskin di kota mati dalam keadaan hamil 7 bulan. Yang miskin di desa ngantri untuk bunuh diri jika panen berikutnya gagal.

2008. Terdesak! Terdesak!

Dalam keadaan terdesak, maka seseorang, sekumpulan komunitas, sebuah bangsa, seluruh umat manusia bergerak untuk berbuat sesuatu.

Maka malam itu, Antonio, Nikola, Juleha, Asep, Mboko, Tambo, Elena dan David serta kawan-kawan yang lain berteriak, ”Apa hak kami petani kecil di tengah kekuatan modal korporat dan para orang kaya?”


——————————–
*Catatan setelah mengunjungi Internation Convention on Peasants’ Right, 21-24 Juni 2008. -Kontributor Tina Napitupulu

Diposting oleh Aliansi Petani Indonesia Kamis, 03 Juli 2008

0 komentar

Posting Komentar

Aliansi Petani Indonesia

Subscribe here

Lagu-lagu Perjuangan Petani Organik API

Dokumentasi