Jambi, 17 Maret 2008, sekitar 10.000 massa dari anggota Persatuan Petani Jambi (PPJ) yang berasal dari 5 kabupaten meliputi Muaro Jambi, Tebo, Tanjung Jabung Barat, Tanjung Jabung Timur dan Kabupaten Batanghari tumplek blek memadati jalan-jalan di seputar kantor Gubernur Jambi. Massa dari PPJ yang menggunakan armada Truk, Mobil van, Bus dan sepeda motor tersebut mulai memasuki halaman kantor Gubernur pukul 02 pagi. Mereka adalah para petani yang akan melakukan Rembuk Petani Jambi yang saat ini terusir kehidupannya akibat konflik dengan PT. WKS (Wira Karya Sakti). Konflik tersebut bermula dari masuknya beberapa perusahanaan yang melakukan penebangan dan merampas tanah rakyat di 5 kabupaten. Dan kenyataannya hal tersebut telah menggangu ketentraman hidup petani dan menghancurkan lingkungan di Jambi.
Riwayat kepemilikan lahan berawal dari surat keterangan piagam hutan tanah Sengkati Besar (Gedang) pada hari Kamis Bulan Rabiul Awal 1275 Hijriah Sri Paduka Yang Mulia Sultan Aguung Sri Inga Laga mengarunia Kakanda Temenggung Kerajaan Suto Dilago Periai Rajo Sari. Pada tahun 1945-1975, Sebagai rasa penghormatan Pemerintahan Hindia Belanda terhadap masyarakat Sengkati Gedang mereka melakukan tapal batas sesuai dengan yang tertera dalam surat Piagam. Sehingga masyarakat merasa aman dan damai dalam menjalani kehidupan dan melindungi hutan Sengkati Kehidupan.
Tahun 1976-1997 Hutan Sengkati Kehidupan mulai dikuasai oleh beberapa perusahaan melalui pemerintah tanpa diketahui oleh warga Sengkati Kehidupan sendiri, yakni diantaranya adalah: P.T. Tanjung Jati, P.T. Bukit Gajah, P.T. Loka Rahayu, P.T. TGL dan P.T. INHUTANI. Dari semua perusahaan tersebut mereka melakukan penebangan pohon yang ditanam oleh nenek moyang masyarakat Sengkati Kehidupan.
Puncaknya, pada 25 November 1996 Menteri Kehutanan menerbitkan surat keputusan tentang pemberian hak pengusahaan hutan industri atas areal hutan seluas 78.240 Ha di Propinsi Jambi kepada P.T. Wira Karya Sakti.
Tahun 1997-2000, hutan Sengkati Kehidupan mulai dikuasai oleh individu-individu dan inilah awal warga mulai menggarap lahan untuk dijadikan kebun mengingat kondisi ekonomi masyarakat yang terus mengalami kesulitan.
Pada 9 September 2003 Bupati Batanghari menerbitkan surat perluasan areal HTI PT. Wira Karya Sakti seluas 39.000 Ha dengan nomor: 522/4599/Dishut/2003. Pada 17 Oktober 2003 Gubernur Jambi menerbitkan surat rekomendasi perluasan areal PT. Wira Karya Sakti seluas 40.000 Hadengan nomor: 522/6106/Dishut/2003. Pada 18 Februari 2004 Menteri kehutanan menerbitkan surat perihal pengembangan areal hutan tanaman PT. Wira Karya Sakti di propinsi Jambi seluas 38.625 ha dan didukung oleh Bupati Tanjung Jabung Barat dengan menerbitkan surat : Dukungan pengembangan areal tanaman PT. Wira Karya Sakti seluas 8.686 Ha yang berasal dari eks HPH tertanggal 24 Maret 2004.
Pada 30 Maret 2004 Bapedalda Propinsi Jambi menerbitkan Surat Nomor : 660/118/11/Bapedalda perihal penyempurnaan Ka-Andal PT. Wira Karya Sakti. Sebenarnya melalui ijin tersebut P.T. Wira Karya Sakti tidak dibolehkan merusak hutan namun fakta di lapangan berbicara beda. Telah menjadi tontonan sehari-hari warga sekitar, areal kerja P.T. WKS melakukan pemusnahan Hutan Padang Bulian Sengkati Kehidupan dengan cara penebangan demi penebangan yang dilakukan di malam hari.
Warga Sengkati Kehidupan yang dahulu menjalani kehidupan damai dan tentram dalam melakukan aktifitas pertanian saat itu menjadi tidak menentu. Banyak intimidasi yang dilakukan perusahaan. Bahkan penangkapan dan dan teror tidak pernah lepas dari kehidupan warga Sengkati Kehidupan. Buldozer, eksafator dan alat berat lainnya adalah pemandangan sehari-hari untuk mengusir warga dari tanahnya.
Potret buram inilah yang pada akhirnya memupuk perlawanan petani sehingga mereka mulai mengordinasikan diri dalam wadah organisasi tani. Namun perjuangan petani untuk mengembalikan hak-haknya yang diambil alih oleh perusahaan haruslah dibayar dengan harga mahal. Banyak terjadi pengusiran, penangkapan, intimidasi, teror hingga penjeblosan ke dalam penjara. Dan meski demikian hal tersebut tidak menyurutkan langkah petani untuk tetap mendapatkan kembali hak-haknya.
12 tahun sudah perjuangan yang dilakukan petani Jambi sehingga memunculkan inisiatif pengkoordinasian PPJ (Persatuan Petani Jambi)dalam Rembuk Petani Jambi. Rembuk Petani tersebut juga di hadiri oleh Gubernur Jambi Zulkifli Nurdin dan Wagub Jambi. Dalam pidatonya Gubernur Jambi berjanji akan megembalikan sebagian lahan yang di kuasai WKS kepada petani anggota PPJ seluas 41.000 dan 41.000 ha lagi yang hari ini masih dalam pengelolaan kehutanan sebagai Hutan Tanaman Industri. Gubernur juga mengungkapkan bahwa pada tanggal 20 Maret 2008 akan menemui Menteri Kehutanan MS. Kaban didampingi perwakilan PPJ yakni Irmansyah (ketua PPJ) untuk proses penandatanganan terkait hutan tersebut untuk kemudian di kembalikan kepada petani. Lahan tersebut ditujukan untuk mendukung peningkatan taraf hidup petani dan rencananya akan ditanami Jelutung yang mempunyai nilai ekonomi tinggi. Dalam lanjutan pidatonya Gubernur Jambi juga menyampaikan, bahwa Bupati Muaro Jambi, Tanjung Jabung Timur, Tanjung Jabung Barat, Tebo dan Batanghari telah menyetujui dan mendukung upaya yang akan dilakukan PPJ. Selama dalam proses menunggu produktifitas Jelutung, Gubernur juga menyampaikan akan mendukung kesepakatan ini dengan menganggarkan dana Rp. 1 milyar untuk tiap kabupaten. Selain itu masing-masing bupati akan menganggarkan dana APBD sejumlah Rp. 5 Milyar demi membantu petani dalam produksi pertanian sampai Jelutung mempunyai bernilai jual tinggi dan bisa menghasilkan.
Sebagai bentuk dukungan atas perjuangan yang sedang dilakukan oleh PPJ dalam Rembuk Petani Jambi tersebut, Aliansi Petani Indonesia (API) region Sumatera bagian Selatan yang meliputi STAB Bengkulu, SPR OKI, Petani Migak Nadai Lampung serta Sekretariat Nasional API Jakarta juga hadir dalam kesempatan itu. Dan selain itu hadir juga perwakilan dari Konsorsium Pembaruan Agraria (KPA) Jakarta.[fb]
***
Catatan kronologi aksi
Jambi, 16 Maret 2008
Pukul 17 : 15WIB – Pukul 01:30 17 Maret 2008
Massa dari beberapa kabupaten mulai mendatangi kantor PPJ di Kebun Bohok dengan menggunakan truk, sepeda motor, dan Bus. Mereka terdiri dari petani, dan kebanyakan mereka juga melibatkan ibu-ibu petani. Raut wajah lelah mereka sangat terlihat namun pandangan dan tatapan mereka penuh semangat. Kondisi sekretariat yang serba darurat tidak menyurutkan langkah mereka untuk terus melanjutkan perjalanan ke jambi sambil menunggu massa petani dari kabupaten lain yang belum memasuki sekretariat PPJ. Sesampai di sekretariat PPJ mereka mendirikan tenda terpal dari bambu dan makan bekal yang mereka bawa dari rumah. Namun sebagian dari mereka juga ada yang memasak untuk makan anggota kelompok mereka yang memang sudah disiapkan peralatannya dari rumah.
Jambi, 16 Maret 2008
Pukul 22:15 WIB
Ketua PPJ memberikan pengarahan dan instruksi terkait agenda tanggal 17 maret 2008. ketua meyakinkan jangan sampai petani membuat anarkis dan rusuh. Kita berjalan sesuai dengan kesepakatan.
Jambi, 16 Maret 2008
Pukul, 23:40 WIB
Ketua PPJ dan kawan-kawan dari API Region Sumbagsel melakukan cek lapangan ke lokasi seputar kantor Gubernur. Melalui telepon ketua menginstruksikan agar massa bisa berangkat ke lokasi pukul 02:00 WIB pagi tanggal 17 Maret 2008.
Jambi, 17 Maret 2008
Pukul 02:00 WIB
Massa mulai bergerak ke lokasi, namun belum semua massa peserta Rembuk Petani Jambi memasuki Sekretariat PPJ, sehingga peserta yang masih dalam perjalanan nantinya akan langsung bergerak ke lokasi Rembuk Petani Jambi.
Pukul, 03:00 WIB
Massa sudah mulai memasuki lokasi dan langsung mengambil tempat untuk istirahat setelah melakukan perjalanan jauh.
Pukul, 05:15 WIB
Dipastikan massa dari semua kabupaten sudah memasuki lokasi.
Pukul 09:00 WIB
Rembuk Petani Jambi di mulai, dibuka dengan do’a, sambutan ketua PPJ, sambutan Gubernur, Sambutan API, dan sambutan KPA.
Pukul 10:20 WIB
Rembuk Petani Jambi di tutup dan massa aksi kembali ke rumah.
-------------------------
Berita Terkait:
JAMBI EXPRES http://202.152.33.84/index.php?option=com_content&task=view&id=8946&Itemid=
0 komentar