Oleh IksanHb
Ada benang merah terjadinya krisis petani dengan perdagangan bebas dalam hal ini perjanjian yang baru saja terjadi di negara Meksiko dan negara-negara yang tegabung dalam organisasi perdagangan seperti AFTA, NAFTA dan WTO. Sebagaimana contoh di Meksiko sejak Perang Dunia II, dimana negara ini telah mengubah tumpuan dari ekonomi berbasis pertanian ke ekonomi pertambangan. Namun sekarang terjadi kegagalan karena pertanian tidak menjadi basis pertumbuhan ekonomi saja sejak menandatangani Kawasan Perdagangan Bebas Amerika Utara (NAFTA) sepuluh tahun lalu yang kemudian berlanjut ketegangan atas ditandatanganinya perjanjian pedagangan bebas pada akhir Desember 2007
–dengan butir-butir baru oleh empat negara termasuk Amerika, yang dianggap merugikan petani. Persoalan paling rumit pada kasus Meksiko karena Meksiko tidak tahu harus berbuat apa dengan NAFTA itu pada awalnya dan kemudia menjadi bom waktu. Saya kira kekuatan politik di Meksiko tidak cukup untuk membawa aspirasi kaum petani karena masih dikuasai oleh mayoritas pro Amerika, misalnya mantan presiden Fox adalah teman dekat presiden Bush, dan pada pemilihan presiden tahun lalu dimenangkan oleh teman dekat Presiden Fox yaitu Calderon. Persoalan yang kedua adalah lemahnya kemampuan analisis dalam mengukur kekuatan daya saing, akibatnya ketika China muncul sebagai basis produksi manufaktur paling murah di dunia, maka semua pabrik-pabrik milik AS yang ada di Meksiko hengkang langsung ke China dan tentunya sangat merugikan Meksiko. Keterpurukan Meksiko sebagai akibat dari NAFTA bisa kita simak dari pernyataan politisi Meksiko di bawah ini:
“ancaman serius terhadap ekonomi petani Meksiko, kareana Meksiko mengandalkan komoditas peretanian murah, bahkan kemungkinan pasar USA akan masuk ke Meksiko dan konsumen harus membeli dengan harga tinggi.” (Legislator: NAFTA Bermaksud Mematikan Ekonomi Mexico, 27 Desember, Prensa Latina).
Kemudian apa yang terjadi dalam ketimpangan ini terhadap kuatnya tekanan negara-negara pro perdagangan bebas, seperti cara yang dilakukan petani dan pekerja Meksiko dalam memperjuangkan keinginannya untuk menolak NAFTA, melakukan aksi protes dan melakukan upaya hukum.
Serikat Petani dan buruh Meksiko sedang memprotes dan melakukan tindakan hukum pada Perjanjian Perdagangan Bebas Amerika Utara, karena menganggapnya sebagai pukulan maut melawan sektor pertanian nasional, tidak bisa bersaing dengan produk-produk yang disubsidi asing.
Memprotes di depan kedutaan besar AS di ibu kota Meksiko pada hari Rabu, sebagaimana juga dengan pemrotes yang lain di negara bagian Chiapas, Guerrero, Puebla, dan Morelos malakukan aksi tersebut, organisasi Dialogo Nacional(Dialog Nasional) menginformasikan.
Selanjutnya, Gereja Katolik memperingatkan dalam pernyataan resmi eliminasi pajak atas subsidi impor jagung, buncis, susu bubuk, dan gula yang mungkin memaksa sangat banyak petani Meksiko untuk meninggalkan tanah mereka.
“Organisasi Aerodinamika Nasional yang berpangkalan di negara bagian Chihuahua sedang menyiapkan karavan traktor yang akan tiba di ibu kota untuk memprotes pengecualian tarif atas biji-bijian, daging, dan susu, yang akan berpengaruh pada produsen lokal.
Para petani sedikitnya lima negara bagian juga akan datang di pengadilan federal hari Senin untuk menuntut perlindungan atas kerugian yang disebabkan oleh NAFTA.” - “Karyawan Meksiko, Gereja Slam NAFTA” 3 Januari (Prensa Latina).
Apa yang perlu dikaji dalam kasus di Meksiko, mengingatkan kita agar Indonesia mengetahui apa sebenarnya kekuatan dan strategi apa yang harus dilakukan berhadapan dengan kompetisi dari China dan negar-negara lain seperti Thailand.
Berbicara tentang perdagangan bebas saat ini banyak orang mengasosiasikan dengan AFTA (Asean Free Trade Area) dan global warming. Apa yang dikhawatirkan orang adalah bahwa saat ini semua aliran barang dan jasa akan bebas sebebas-bebasnya tanpa ada hambatan tarif maupun non-tarif. Apa lagi kita sedang dalam proses sosialisasi UU Agraria dan UU Penanaman Modal yang kemudian ditolak oleh beberapa LSM karena dikhawatirkan akan merugikan pengusaha lokal. Kekhawatiran tersebut muncul karena dengan AFTA orang atau badan usaha boleh bebas berusaha di negara manapun serta bersaing full contact dengan pengusaha lokal tanpa halangan dan perbedaan perlakuan.
Lalu, kehawatiran selanjutnya adalah apakah kita akan siap bersaing seperti itu baik di negeri sendiri maupun lain karena produk pertanian kita sulit masuk ke negara-negara maju. Pengalaman saya ketika saya belanja di toko yang terletak di kota Provo, salah satu distrik di negara bagian Utah yang menyediakan makanan maupun bumbu-bumbu Asia, sangat sedikit sekali produk Indonesia paling-paling permen jahe dari Kabupaten Pasuruan Jawa Timur, kerupuk udang, kecap ABC, Indomie. Pernah saya temukan “bandeng asal Indonesia”, tapi hanya berumur lantas hilang lagi dari peredaran. Kira-kira hanya 0,5% produk Indonesia yang masuk ke Amerika, kecuali mungkin di negara bagian kalifornia sedikit banyak produk Indonesia meski demikian masih lebih banyak produksi dari Thailand, Cina, bahkan Malaysia. Padahal Indonesia mempromosikan diri sebagai negara pertanian dan maritime. Dari segi geografis memang begitu, tapi apakah kekayaan tersebut telah dikelola dengan baik, itu yang menjadi pekerjaan rumah kita.
Mari kita kaji lebih dalam, apa hubungan antara liberalisasi perdagangan dengan kemiskinan dan pengangguran? Apa kaitan tenaga kerja, buruh tani dengan AFTA? Apa yang akan terjadi pada tahun 2008? Kita sedikit kesulitan untuk menjawab pertanyaan itu, karena kemungkinan jawabannya bersinggungan langsung dengan kebijakan politik pemerintah dan juga berhubungan langsung dengan realitas kehidupan masyarakat Indonesia. Pertama, sebenarnya tidak ada yang sulit dalam menjawab pertanyaan di atas karena keterkaitan yang begitu kuatnya menjadikan liberalisasi perdagangan terus bejalan, satu contoh kasus formalin, dimana kita berhadapan langsung dengan importir Cina dan pemerintah Cina, apa sikap kedua negara tersebut antara pemerintah Cina dan Indonesia. Kita melihat ada sedikit sikap diplomatik meskipun kemudian tidak jelas, lagi-lagi petani tambak kita menjadi alat tawar menawar. Ada beberapa nalar kita yang harus didiskusikan lebih jauh, semoga kita bisa.
***
Realitas yang terjadi, konflik petani dengan organisasi perdagangan bebas, yang paling menyolok adalah lemahnya kemampuan pemerintah dalam meningkatkan ekspor produksi dalam negeri ke pasar internasional. Selain itu infrastruktur dan sumber daya manusia (SDM) masih tidak dioptimalkan dalam memperkuat basis ekonomi pertanian. Hal itu menunjukkan Indonesia dinilai belum siap menghadapi ASEAN Free Trade Area (AFTA), dimana oleh banyak pengamat ekonomi, karena masih rendahnya pemerintah menangani secara serius terhadap sektor industry kecil dan pertanian. Bukan lagi persoalan SDM dibebankan pada rakyat untuk menciptakan kemandirian rakyat akan tetapi pemerintah yang seharusnya memegang peranan penting dalam meningkatkan kualitas produk kita sehingga mampu bersaing dengan negara-negara lain.
Meskipun Indonesia telah mendapat bantuan dari lembaga keuangan internasional baik itu yang berkaitan dengan program pertanian, infrastruktur maupun untuk pengembangan sumbar daya manusia, seperti Economic aid - recipient :ODA, $2.524 billion (2006 est.) note: Indonesia ended 2006 with $67 billion in official foreign debt (about 25% of GDP), with Japan ($25 billion), the World Bank ($8.5 billion) and the Asian Development Bank ($8.4 billion) as the largest creditors; about $6 billion in grant assistance was pledged to rebuild Aceh after the December 2004 tsunami; President Yudhoyono ended the Consultative Group on Indonesia forum in January 2007 (2005). 13 Desember, 2007 ( CIA ). Namun demikian apa yang didapat dari jumlah bantuan tersebut sebagian besar masyarakat kita tidak tahu tentang pelaksanaan program apa lagi tentang penggunaan dana sehingga kepercayaan masyarakat terhadap pemerintah sangat rendah apa lagi angka pengangguran kita masih sangat tinggi, menurut data yang di keluarkan oleh Central Intelegence Agence (CIA) bahwa tingkat pengangguran di Indonesia mencapai 12.5% (2006 est.).
Tingkat koropsi kita dilihat dari sumber informasi yang kita dapat dari The 2006 Transparency International Corruption Perceptions Index. Menurut survai tahunan oleh organisasi yang berbasis di Berlin Transparency International, adalah Finlandia, Denmark, dan Selandia Baru merupakan negara dunia yang paling tidak korup menduduki nomor urut pertama dengan index 9.4, sebaliknya Somalia dan Myanmar menempati urutan terakhir ke 179 dengan index 2.0. Indonesia ternyata tidak jauh dari kedua negara tersebut dengan menempati urutan ke 144 dan index 2.3%. Bagaimana dengan Meksiko, ternyata lebih baik dibanding Indonesia dengan masuk di urutan 75 dan index 3,5% (Corruption Perceptions Index, 2007: www.infoplease.com). Bagaimana dengan pertumbuhan ekonomi kita, Index of Economic Freedom menyebutkan dalam distribution of global economic freedom bahwa Indonesia masuk daftar di urutan 110 (55,1 %) negara economic freedom atau tingkat ekonominya bebas.
Negara yang masuk katagori economic freedom paling atas adalah pertama, Hongkong kedua, Singapura dan ketiga, Australia. Meskipun data itu masih tidak cukup sebagai ukuran atas perkembangan ekonomi suatu negara termasuk seperti Indonesia paling tidak data itu bisa menjadi bahan kajian dalam mempertimbangkan sebuah keputusan dari proses politik maupun dalam merencanakan suatu program. Contoh, keikutsertaan kita didalam AFTA dan organisasi lainnya bahwa FTA (Free Trade Area) sebagaimana AFTA dan termasuk NAFTA sebagian orang berpendapat lembaga itu sangat potensial untuk memperluas market network dan juga bisa menambah insentif, karena beban yang di anggap berat seperti kuota produk menjadi tidak di batasi.
Kalau DPR dan Pemerintah tidak segera berinisiatif untuk melakukan koreksi atas perjanjian yang ada dalam butir-butir didalamnya atau menarik dari AFTA, karena kondisi sektor pertanian kita masih sangat rendah pengembangannya apa lagi sebagian besar daerah pertanian kita terkena dampak bencana banjir, kekeringan dan banyak lahan pertanian kita yang kurang produktif. Dampak lain yang sekarang terjadi pada masyarakat lapisan paling bawah, seperti petani gurem, pedagang kecil dan buruh tani yang tergantung pada alam.
Situasi seperti sekarang ini, Indonesia bisa jadi kebanjiran beras, buah-buahan impor berharga murah, sehingga hasil produksi pertanian kita tidak lagi laku menyebabkan petani sekarat yang kemudia negara kehilangan potensi sumberdaya alam dan menyebabkan ekonomi penyanggah kita bangkrut. Petani kita tidak bisa lalu menjadi kambing hitam karena banyak yang masih menggunakan cara tradisional, kenyataan sekarang kita bisa lihat betapa sedihnya petani kita hasil produksinya tidak laku dijual meskipun ada hasil pertanian masih laku akan tetapi dijual dengan harga murah. Menurut Beginda, “saat ini Indonesia setidaknya berada di peringkat keenam di ASEAN di luar negara-negara yang baru bergabung (Kamboja, Vietnam, Laos, dan Myanmar)”. 04/04/07 Jakarta (ANTARA). Meksiko sebagai contoh kasus sebagaimana Pertanian Meksiko Setelah 14 Tahun NAFTA berjalan. Sumber data menyebutkan:
Mengimpor makanan, mengekspor petani…
1.Setiap jam, Meksiko menerima seharga $1,5 juta dolar barang-barang impor makanan.
2.Di dalam satu jam periode yang sama, 30 orang petani meninggalkan Meksiko menuju Amerika Serikat.
3.40% makanan orang Meksiko berasal dari impor.
4.Lebih dari 1,5 juta pekerjaan pedesaan hilang dalam 12 tahun.
5.Setiap jam, Meksiko menerima seharga $1,5 juta dolar barang-barang impor makanan.
6.Di dalam satu jam periode yang sama, 30 orang petani meninggalkan Meksiko menuju Amerika Serikat.
7.40% makanan orang Meksiko berasal dari impor.
8.Lebih dari 1,5 juta pekerjaan pedesaan hilang dalam 12 tahun.
Pedalaman yang sekarat ….
1. Sumbangan pertanian terhadap GDP turun dari 10% menjadi 3,4% antara 1981 dan 2006.
2. Penduduk Pedesaan turun dari 40% menjadi 30% dalam periode itu.
3. 388 kotapraja telah menjadi kota-mati sebagai akibat migrasi ke luar.
4. Jagung yang dimodifikasi secara genetic telah mengkotaminasi benih-benih asli.
5. Produksi jagung untuk ethanol mengancam mengurangi jagung untuk konsumsi manusia dan menaikkan harga konsumen pada makanan pokok Meksiko yang utama.
5. Tanah subur semakin diperuntukkan untuk produksi narkoba ilegal.
6. Erosi membuat tidak bergunanya beribu-ribu hektar tanah produksi setahun. (Source: La Jornada del Campo #2, Oct. 9, 2007)
Dengan realitas itu, Petani Meksiko melakukan protes dan bahkan sebagian menolak dengan adanya NAFTA, beberapa minggu akhir-akhir ini, dimana serikat petani dan buruh melakukan aksi protes baik dilakukan dengan cara menggelar mimbar bebas maupun melakukan tindakan hukum untuk menolak hasil perjanjian yang di tandatangani oleh empat negara seperti Amerika dan Kanada. Kemarin pristiwa protes itu ditanggapi oleh kongres dimana kongres meminta untuk merefisi hasil perjanjian tersebut.
Panitia Permanen Kongres Meksiko mengerjakan atas dokumen yang akan menuntut agar Presiden Felipe Calderon memeriksa Perjanjian Dagang Bebas Amerika Utara (NAFTA) dengan pemerintah Amerika Serikat dan Kanada.
Javier Gonzalez, koordinator kelompok PRD (Perubahan Total Demokratis Partai),menerangkan bahwa dokumen dimaksudkan untuk turut serta dalam usaha untuk mengurangi ketidaksetaraan yang telah ada antara produksi pertanian di Meksiko dan negara-negara maju itu.
Berpidato pada mimbar umumnya di negara bagian Hidalgo,Lopez Obrador mengatakan bahwa lebih baik daripada menolong produsen domestik, tarif yang naik atas jagung, buncis, gula dan susu disetujui diatas didalam NAFTA mempengaruhi petani Meksiko semakin banyak.
Dia menambahkan bahwa situasi sosial dan ekonomi negara sangat sulit bagi kebanyakan orang Meksiko, sebegitu banyak yang berimigrasi untuk mengurangi kelaparan dan kemiskinan mereka.
Lopez Obrador mempersilahkan orang memerlukan sebagian di demonstrasi besar pada 18 Maret untuk mencegah apa yang digambarkannya sebagai maksud pemerintah untuk menswastakan sektor minyak. Mimbar umum akan dilaksanakan di Zocalo Square, di Daerah Federal, untuk memperingati hari jadi ke70 nasionaliasi sektor minyak Meksiko, 4 Januari (Prensa Latina).
Sebagaimana contoh kasus Meksiko di artikel pertama ( Patani Versus Organisasi Perdagangan Bebas Bagian ( I ) dan kemudian kita bahas di artikel jilid kedua, dengan contoh kasus Meksiko, jelas bahwa apa yang harus dilakukan Indonesia dalam pasar bebas kali ini. dan juga problem ekologi harus dijadikan sebuah kajian dan program secara keseluruhan, dimana keadilan ekologi dan keadilan sosial merupakan suatu koheren yang secara system merupakan bagian dari satu kesatuan dalam pengembangan ekonomi. Keadilan ekologi yang merupakan hak setiap rakyat untuk mendapatkan keadilan, tapi juga secara konsekuensi pemerintah harus berupaya meningkatkan daya ekspor , penting juga dikembangkan produk-produk unggulan yang mampu bersaing di pasar, baik pasar domestik maupun pasar internasional. Pengembangan produk-produk unggulan memerlukan suatu proses untuk membentuk suatu sistem agribisnis yang terdiri dari sistem pra produksi, produksi, pengolahan dan pemasaran dan juga yang paling penting adalah pemerintah memberikan subsidi dan memberikan alat –alat yang cukup untuk meningkatkan kualitas roduksi petani.
Keselamat dan kesejahteraan rakyat dalam menghadapi kebijakan internasional mupun perdagangan internasional dan juga isu-isu global harus diperhatikan. Keadilan sosial dalam kebijakan dan implementasinya, haruslah memegang teguh prinsip-prinsip keadilan dan kesejahteraan sosial.
***
Ada banyak cara untuk melakukan perlawanan dalam menuntut keadilan, secara nalar politik hubungan petanai dengan pemerintah merupakan satu kesatuan yang tidak bisa dipisahkan, dan saling mempunya kepentingan. Akan tetapi apa yang terjadi dengan petani Meksiko, merupakan kasus yang bukan hanya terjadi di negara Meksiko akan tatapi hampir terjadi di setiap negara yang berhubungan dengan perdagangan bebas. Sebagaimana perlawanan para petani Meksiko yang pada hari Selasa, bernegosiasi kembali perjanjian perdagangan bebas Amerika Utara adalah soal keamanan nasional, CCC (Cardenista Farmer Union) kata Presiden Max Correa pada hari Selasa. Correa mengatakan kepada Prensa Latina Amerika Serikat melanggar persetujuan itu, secara sepihak menambah subsidi produsennya, mendistorsi pasar makanan dan hubungan bilateral. Menurut data yang ada, Washington sekarang ini memberi subsidi sebesar $26.000, sedangkan rakyat Meksiko yang dapat untuk akses program resmi, Hampir tidak menerima $700 secara tahunan, dia menerangkan.
Ini tidak hanya menimbulkan keadaan merugikan bagi mereka untuk bersaing dengan produk luar negeri, sekarang memperoleh eliminasi pajak berdasarkan NAFTA, tetapi juga mengubah pasar dan perdagangan bilateral, kata Correa.
Pemimpin petani telah menyoroti bahwa ini adalah salah satu poin utama untuk menuntut, karena NAFTS menurut dugaan memasukkan klausul yang melarang pelaksanaan subsidi sepihak.
World Trade Organization (WTO)juga membuat istimewa dan berbeda cara memperlakukan untuk produk strategis, yang bisa mempengaruhi kedaulatan makanan negara berkembang, katanya.Correa menyatakan bahwa usaha utama sekarang dengan organisasi petani akan mendirikan usaha bersama dengan entitas serikat pekerja dan warganegara, partai politik, dan para legislator untuk mendukung mobilisasi melawan NAFTA. Meksiko, 8 Des (Prensa Latina). Usaha petani Meksiko untuk menggagalakan perjanjian NAFTA, para petani juga meminta bantuan hukum untuk membawa kasus ini ke pengadilan, ada sekitar 1.500 gugatan hukum atas kerugian yang di akibat kan oleh perjanjian NAFTA. Ketua pengacara, Ramon Diaz Vazquez, mengatakan NAFTA terutama melanggar pasal (artikel) 27 Undang-undang Dasar Meksiko, yang memerlukan Negara untuk mendukung sektor pertanian dengan menciptakan lapangan kerja dan memajukan aktivitas pedesaan. Meksiko, 7 Januari (Prensa Latina).
Apa titik persoalan di atas , bahwa persoalan yang terjadi seperti yang menimpa petani Meksiko, juga terjadi pada kasus Australia dan Thailand, yaitu tentang perdagangan bebas di kedua negara tersebut samapai ke persoalan konstitusi, yang mana , deal perdagangan bebas Australia-Thailand ditantang di pengadilan. Booming hubungan perdagangan antara Australia dan Thailand diragukan sebagaimana pengadilan konstitusi menantang melawan perjanjian perdagangan bebas antar negara terlihat di Bangkok.
Rencana melawan secara hukum terhadap kesepakan telah desepakati oleh Senat Komite Hubungan Luar Negeri dan terjadi ditengah-tengah negoisasi lanjut antara Thailand dan United State terhadap perjanjian perdaganagn bebas yang hampir sama. Kraisak Choonhavan, ketua komite Senat Hubungan Luar Negeri, ditanya apakah dia percaya bahwa Persetujuan Perdagangan Bebas Thai-Australia tersebut inkonstitusional.“Sangat yakin,” Thai-Australia, (dan) semua Perjanjian Perdagangan Bebas yang telah ditandatangani,” kata Kraisak.
Pernyataan enam-halaman yang diliris oleh komite menyatakan Persetujuan Perdagangan Bebas yang diteken bersama Australia dan negoisasi saat ini dengan Amerika Serikat adalah tidak sah. Komite beralasan Persetujuan Perdagangan Bebas Thai-Australia (TAFTA) tidak pernah didiskusikan di Parlemen sebagaimana dipersyaratkan dalam Pasal 224 Undang-Undang Dasar Thai. "Ini adalah secara jelas pemutusan undang-undang dasar tetapi kata pemerintah itu tidak," katanya. Panitia menuduh pemerintah Perdana Menteri Thaksin Shinawatra dengan tergesa-gesa mendesak perundingan FTA dengan tidak mendengarkan pemandangan petani dan akademikus.
"Posisinya adalah penolakan jelas untuk mengamati demokratis prosedur dan undang-undang konstitusional," kata panitia. Kraisak menuduh administrasi Thaksin otokratis dengan mengabaikan parlemen. "Sebenarnya pemerintah Muang Thai bertingkah laku baik seperti rezim otoriter yang otokratis dalam tidak membolehkan diskusi yang mana pun untuk(mengambil) bagian di parlemen."Mengharapkan untuk menjawab pertanyaan di tingkat komisi, katanya. (Bangkok 12-01-2006).
Kasus seperti yang terjadi di atas tentang keberadaan pasar bebas, tidak lain karena, apa yang terjadi juga pada saat AFTA ditandatangani resmi, ASEAN memiliki enam anggota, iaitu, Brunei, Indonesia, Malaysia, Filipina, Singapura dan Thailand. Vietnam bergabung pada 1995, Laos dan Myanmar pada 1997 dan Kamboja pada 1999. Kontradiksi antara, tujuan meningkatkan daya saing ASEAN sebagai basis produksi dalam pasar dunia melalui penghapusan bea dan halangan non-bea dalam ASEAN Menarik investasi asing langsung ke ASEAN. (Wekipedia).
Dengan kondisi yang sekarang terjadi, dimana perkembangan ekonomi negara-negara maju dan negara berkembang tidak stabil, banyak faktor yang menyebabkan ketidak stabilannya hubungan bilateral maupun multilateral , diantaranya perbedaan kebijakan luar negeri sehingga bukan hanya persoalan ekonomi saja akan tetapi lebih dari itu adalah masalah politik, budaya, keamanan dan kedaulatan. Indonesia juga mempunya persoalan yang sama, seperti negara- negara berkembang lainnya, meskipun tidak menjadi isu utama dalam negeri. Kemudian kenapa persoalan besar di Indonesia seperti masalah impor beras, gagal panen, kebanjiran, kekeringan, kemiskinan dan kesehatan tidak menjadi agenda besar bagi DPR untuk menekan pemerintah supaya bertanggung jawab terhadap nasib rakyat?. Ada banyak kesamaan kasus Thailand dan Meksiko di tinjau dari konstitusi, sebagaiman yang dituangkan dalam MPR - UUD 1945 PERUBAHAN KEEMPAT UNDANG-UNDANG DASAR NEGARA REPUBLIK INDONESIA TAHUN 1945 pada (BAB XIV ) PEREKONOMIAN NASIONAL DAN KESEJAHTERAAN SOSIAL. Pasal 33 (4) Perekonomian nasional diselenggarakan berdasar atas demokrasi ekonomi dengan prinsip kebersamaan, efisiensi berkeadilan, berkelanjutan, berwawasan lingkungan, kemandirian, serta dengan menjaga keseimbangan kemajuan dan kesatuan ekonomi nasional. (5) ketentuan lebih lanjut mengenai pelaksanaan pasal ini diatur dalam undang-undang.Pasal 34 (1) Fakir miskin dan anak-anak terlantar dipelihara oleh negara. (2) Negara mengembangkan sistim jaminan sosial bagi seluruh rakyat dan memberdayakan masyarakat yang lemah dan tidak mampu sesuai dengan martabat kemanusiaan. (3) Negara bertanggungjawab atas penyediaan fasilitas pelayanan kesehatan dan fasilitas pelayanan umum yang layak.(4) Ketentuan lebih lanjut mengenai pelaksanaan pasal ini diatur dalam undang-undang.
Payung hukum kita sudah jelas bahwa tanggung jawab negara terhadap nasib rakyat tidak bisa di tawar-tawar lagi, bukankah naskah UUD-45 sudah cukup modal DPR mengambil inisiatif untuk meminta pertanggung jawaban pemerintah dalam hal ini presiden. Advokasi yang dilakukan oleh lembaga swadaya masyarakat, bukan hanya suatu symbol didalam negara hukum dan demokratis, akan tetapi pemerintah dan legislatif harus mendengar apa yang di perjuangkan oleh organisasi yang inters terhadap nasib rakyat. Karena LSM maupun individu-individu yang peduli terhadap nasib rakyat adalah salah satu cara, untuk menyuarakan mereka yang tidak mampu menyuarakan hati nuraninya.
-------------------
* dirangkum dari tiga bagian tulisan yang dimuat di blog penulis
* Penulis Adalah mantan aktivis FK 193 Malang, saat ini tinggal di USA
Sya kira ukuran membandingkan kasus Meksiko dengan Indonesia dalam persoalan petani dengan perdagangan bebas sangat tepat, apa lagi sekarang kita sedang mengalami nasib yang sama. Semoga kita bisa melakukan yang terbaik untuk petani dan bangsa indonesia.